![]() |
[Foto : Kantor Desa Rejotengah Deket Lamongan] |
Berdasarkan hasil penelusuran Rajawali Kompas dengan warga Desa Rejotengah diminta membayar Rp750.000 untuk pengurusan sertifikat PTSL, sedangkan bagi pemohon dari luar desa dikenakan tarif lebih tinggi, yakni Rp1.050.000 per bidang. Hal ini dibenarkan oleh salah satu panitia dan juga sejumlah warga yang ikut program tersebut.
Padahal, berdasarkan SKB Tiga Menteri (Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Mendes PDTT), batas maksimal partisipasi masyarakat hanya sebesar Rp150.000 untuk wilayah Jawa.
“Kita diminta Rp750 ribu, yang dari luar desa malah di atas satu juta. Katanya itu keputusan panitia,” ungkap salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan karena takut intimidasi.
Praktik semacam ini, jika benar, bukan hanya mencederai semangat program nasional, tapi juga bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau pungutan liar. Masyarakat pun bertanya: kemana dana kelebihan tersebut mengalir? Siapa yang bertanggung jawab?
Lebih mengejutkan, Kepala Desa Rejotengah (M) dan Ketua Panitia PTSL (A) justru menghindar dari konfirmasi publik. Ketika awak media menyambangi kantor desa, keduanya tidak berada di tempat. Saat dihubungi melalui WhatsApp dan sambungan telepon, tidak ada satu pun respon yang diberikan.
Sikap tutup mulut ini justru memperkuat dugaan bahwa ada yang tidak beres dalam pelaksanaan PTSL di Desa Rejotengah.
Program pemerintah yang seharusnya meringankan rakyat kecil malah dijadikan ladang pungli. Jika aparat berwenang hanya diam, ini akan jadi preseden buruk bagi desa-desa lain.
(Ian)
dibaca