Skandal Perundungan di MTs Ma’arif Sidomukti Gresik , Korban Alami Trauma , Sekolah Dinilai Lalai

[Foto : Sekolah MTs Ma'arif Sidomukti Gresik]
Rajawali Kompas,Gresik || -  Dunia pendidikan di Gresik kembali tercoreng. Seorang siswi MTs Ma’arif Sidomukti, berinisial JN (15), menjadi korban perundungan sistematis selama dua tahun tanpa penanganan serius dari pihak sekolah.

Korban yang kini duduk di bangku kelas IX, mengaku mengalami perundungan sejak kelas VIII. Bentuk kekerasan nonfisik itu mencakup kata-kata kasar, ejekan bertema fisik (body shaming), dan penghinaan yang meruntuhkan harga diri. Ironisnya, pihak sekolah mengetahui kejadian ini, namun tidak melibatkan orang tua korban dalam penanganan awal.

"Apa gunanya sekolah kalau anak dibully bertahun-tahun dan tidak ada pencegahan serius? Ini bukan salah satu anak, ini kegagalan sistem," tegas Dedi Susanto, keluarga korban, yang sempat mempertimbangkan menempuh jalur hukum dan melapor ke Polres Gresik.

Kepala MTs Ma’arif Sidomukti, Lukman Hakim, mengakui bahwa penyelesaian awal dilakukan tanpa kehadiran orang tua. Ia menyebut pihaknya sudah melakukan mediasi dan menyepakati perdamaian tertulis antara pelaku dan korban. "Kesepakatan itu diambil demi masa depan pelaku agar tidak terjerat proses hukum," ujarnya.

Namun, publik mempertanyakan mengapa perundungan bisa dibiarkan berlangsung begitu lama tanpa intervensi yang efektif. Lemahnya pengawasan, minimnya pelibatan orang tua, dan ketiadaan sistem pendukung psikologis di sekolah menjadi sorotan utama.

Kini, korban mengalami trauma berat. Ia enggan kembali ke sekolah dan menunjukkan gejala gangguan psikis. Ini menjadi alarm keras bahwa bullying bukan sekadar masalah antarindividu, melainkan cerminan dari kegagalan institusi dalam menciptakan ruang belajar yang aman dan sehat.

Meski sekolah berjanji akan menindak tegas pelaku di masa depan, publik menilai langkah itu tidak cukup. Diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan sekolah, peran guru wali kelas, dan kehadiran tenaga konselor profesional.

Kasus ini seharusnya tidak boleh ditutup dengan surat damai semata. Ada hak korban yang terabaikan, dan ada tanggung jawab institusi yang harus ditegakkan.

(Ian)

Baca Juga

dibaca

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama