Rajawali Kompas, Surabaya
|| Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur mendesak
Pemerintah Daerah untuk menindaklanjuti secara serius dugaan pelanggaran
ketenagakerjaan yang dilakukan oleh perusahaan UD Sentoso Seal Surabaya.
Perusahaan tersebut diduga telah menahan ijazah milik karyawannya, tindakan
yang secara tegas melanggar Peraturan Daerah (Perda) Jawa Timur Nomor 8 Tahun
2016 tentang Ketenagakerjaan.
Wakil
Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih, menegaskan bahwa kasus ini
harus menjadi perhatian serius dan pelajaran penting bagi Pemerintah Provinsi
Jawa Timur untuk memperkuat sosialisasi serta penegakan produk hukum daerah. Ia
menilai, tanpa komitmen dari Pemprov, penegakan hukum yang adil tidak akan
terwujud.
“Kalau
bukan Pemprov yang berkomitmen untuk menegakkan dan menjaga proses law
enforcement terhadap perda yang ada, lalu siapa lagi yang kita harapkan untuk
menghormati regulasi tersebut? Karena itu, perda ini harus dijalankan dan
ditegakkan secara maksimal,” ujarnya, Rabu (23/4/2025).
Hikmah
juga menyoroti sikap tidak kooperatif pihak perusahaan, yang justru menunjukkan
inkonsistensi dalam memberikan klarifikasi. Meskipun pemilik perusahaan
mengklaim bahwa kebijakan penahanan ijazah merupakan inisiatif dari pihak HRD,
Hikmah menegaskan bahwa pimpinan tetap harus bertanggung jawab atas tindakan
yang melanggar hukum.
“Alasan
bahwa itu adalah keputusan sepihak HRD tidak bisa diterima. Pimpinan perusahaan
tidak bisa lepas tangan. Sekalipun HRD tersebut sudah mengundurkan diri,
kebijakan menahan dokumen resmi milik karyawan tetap merupakan tindakan yang
melanggar peraturan,” tegasnya.
Sebagai
bentuk solusi sementara, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyediakan
dokumen pengganti berupa Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) yang memiliki
kedudukan hukum setara dengan ijazah asli. Langkah ini diambil untuk membantu
karyawan yang terdampak tetap dapat mengakses kesempatan kerja.
Sementara
itu, kritik keras juga datang dari Anggota DPRD Jawa Timur daerah pemilihan
Surabaya, Lilik Hendarwati, yang mengecam tindakan pemotongan gaji oleh sebuah
perusahaan terhadap karyawan yang menjalankan ibadah Salat Jumat. Ia menilai
tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak dasar pekerja dan prinsip
kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
“Saya
menolak keras tindakan sepihak perusahaan yang memotong gaji karyawan hanya
karena mereka menjalankan kewajiban ibadah Salat Jumat. Ini adalah bentuk
pelanggaran terhadap hak pekerja dan menciderai nilai-nilai toleransi serta
kebebasan beragama,” tegas politisi dari Fraksi PKS tersebut.
Menurut
Lilik, ibadah bukanlah pelanggaran terhadap disiplin kerja, melainkan hak asasi
yang melekat pada setiap warga negara. Ia mendorong Pemerintah Kota Surabaya
bersama Dinas Tenaga Kerja serta instansi terkait untuk segera bertindak dan
memastikan tidak ada perusahaan yang bertindak sewenang-wenang terhadap
pekerja.
“Pemerintah
dan instansi terkait harus segera turun tangan dan menjatuhkan sanksi yang
tegas—baik administratif maupun hukum terhadap perusahaan yang terbukti
melanggar,” ujarnya.
Lilik berharap dengan sikap tegas dari pemerintah, kasus serupa tidak akan terulang kembali di masa mendatang, serta menjadikan Surabaya sebagai kota yang menjunjung tinggi perlindungan hak pekerja dan nilai-nilai keberagaman. (red)
dibaca