Surabaya, Rajawali Kompas - Video viral beredar seorang wanita lanjut usia atau nenek 80 tahun bernama Elina Widjajanti telah menjadi korban pengusiran paksa oleh sekelompok orang memakai seragam ormas suku "M" bertindak tanpa menunjukkan bukti klaim kepemilikan rumah. Korban merasa tidak pernah transaksi jual beli rumah, rumahnya hancur dirobohkan, dan rata dengan tanah menuai perhatian publik. Dokumen seperti sertifikat dan barang-barang diduga hilang.
Pengusiran dan perobohan rumah mengakibatkan kerugian materiil maupun psikologis terhadap korban dapat dikategorikan melanggar ketentuan hukum pidana. Peristiwa terjadi pada 6 Agustus 2025 di Dukuh Kuwukan No.27, RT.005 /RW.006, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.
Jika sengketa kepemilikan rumah menjadi latar belakang, tidak dapat dibenarkan perkara perdata diselesaikan dengan tindakan sewenang-wenang tanpa prosedur dan tidak melalui mekanisme putusan pengadilan yang sah berkekuatan hukum tetap. Pengambilalihan rumah terhadap seorang wanita rentan yang menolak keluar
rumah dilakukan dengan cara memasuki rumah tanpa izin, intimidasi, perlakuan kasar lengannya ditarik paksa, kekerasan fisik tubuhnya diseret dan diangkat sungguh biadab dan tidak manusiawi.
Tidak hanya bertentangan dengan prinsip hukum negara melainkan perbuatan premanisme yang dilakukan oleh oknum ormas mengatasnamakan "M" organisasi masyarakat suku. Selain mencederai kemanusiaan dan keadilan juga telah mencoreng masyarakat suku "M" secara kolektif dan patut dipertanyakan visi misi organisasi masyarakat suku tersebut. Kemarahan dan kecaman keras berujung pada desakan pembubaran organisasi masyarakat yang mengatasnamakan suku "M" mencuat di media sosial, di media massa dan memantik reaksi seluruh lapisan masyarakat khususnya warga kota Surabaya. Publik berharap kepada Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut tuntas agar keadilan ditegakkan, dan konflik tidak diselesaikan dengan cara represif juga mendesak :
- Aparat Penegak Hukum melakukan penyelidikan secara transparan, objektif dan profesional.
- Aparat Penegak Hukum menindak tegas pelaku atau pihak-pihak yang terlibat dan terbukti melakukan pelanggaran hukum.
- Memberikan perlindungan dan pemulihan hak-hak korban.
Meski memiliki visi misi sosial dan budaya yang dihormati, keberadaan organisasi masyarakat suku dalam beberapa kasus justru menuai kontroversi. Apakah harus dibubarkan ? Di satu sisi, ormas suku dipandang sebagai penopang identitas etnis dan pelindung di tengah tantangan kehidupan. Di sisi lain, beberapa tindakan justru mencoreng citra organisasi masyarakat suku di mata publik. Apakah ormas suku masih menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hukum ? Atau justru menjadi alat intimidasi di balik budaya ? Perilaku negatif dilakukan oleh segelintir orang tidak mencerminkan karakter suku secara keseluruhan. Di daerah gersang banyak orang pergi merantau mencari penghidupan yang lebih baik. Persaingan ekonomi di perantauan terkadang memicu ketegangan dengan kelompok etnis lain dan dapat berkembang menjadi konflik jika dipicu oleh provokasi. Masyarakat kini menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pimpinan masing-masing ormas suku "M" khususnya di kota Surabaya.
Di tengah perayaan Natal dan menyambut Tahun Baru 2026, menjadi pengingat bahwa keadilan tidak boleh tunduk pada kekuasaan massa. Publik menilai tindakan oknum ormas suku "M" bertolak belakang dengan tujuan organisasi. Ambil contoh lsm yang mengaku ormas suku "M" dua tahun ini koar-koar kasus perkasus rentan nominal, berulang kali menyelenggarakan aksi demo-demoan memanfaatkan banyak orang demi kepentingan diri sendiri dan untuk lsm atau ormas suku miliknya.
Proses hukum berjalan menuntut agar pelaku dan pihak-pihak yang terlibat segera terungkap dan dihukum sesuai hukum yang berlaku. Diharapkan semua lapisan masyarakat ikut mengawal agar kejadian serupa tidak terulang demi menegakkan hukum dan keadilan.
Artikel : Eko Gagak
dibaca
