Gresik, Rajawali Kompas - Upaya hukum lanjutan berupa banding perdata yang diajukan Abdul Majid terhadap Jamaluddin kembali menuai sorotan publik. Pasalnya, Abdul Majid yang berposisi sebagai Penggugat dalam perkara perdata tersebut, saat ini berstatus sebagai terdakwa tindak pidana persetubuhan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Perkara perdata ini merupakan kelanjutan dari gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang sebelumnya telah dipatahkan Pengadilan Negeri Gresik melalui putusan Nomor 66/Pdt.G/2025/PN.Gs, dengan amar menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard/NO). Namun alih-alih menerima putusan tersebut, Abdul Majid justru mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.
Gugat Ayah Kandung Korban Hampir Rp300 Juta
Berdasarkan fakta perkara, anak korban telah melahirkan seorang anak laki-laki, sementara Jamaluddin selaku Tergugat dalam perkara perdata adalah ayah kandung dari anak korban. Ironisnya, Abdul Majid—yang diduga kuat sebagai pelaku persetubuhan anak—justru menggugat Jamaluddin dengan tuntutan ganti rugi hampir Rp300 juta.
Langkah tersebut dinilai banyak pihak sebagai tindakan yang tidak hanya janggal secara hukum, tetapi juga mencederai rasa keadilan dan kepatutan, mengingat posisi korban dan keluarga korban dalam perkara pidana yang masih berjalan.
Kontra Memori Banding Diajukan ke PT Surabaya
Menanggapi banding tersebut, Jamaluddin melalui kuasa hukumnya Adv. Moh. Nurul Ali, S.H.I., M.H. dari MNA Law Office secara resmi telah mengajukan Kontra Memori Banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.
Dalam keterangannya, kuasa hukum Jamaluddin menegaskan bahwa pendampingan hukum yang diberikan kepada Tergugat dilakukan secara cuma-cuma (pro bono) sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan korban dan keluarga korban kejahatan seksual terhadap anak.
Tak hanya itu, pihak Tergugat juga secara tegas mengajukan agar gugatan rekonvensi senilai Rp2 miliar diperiksa dan dipertimbangkan oleh majelis hakim di tingkat banding.
Diduga Upaya Tekanan Psikologis dan Ekonomi
Kuasa hukum Tergugat menilai, gugatan perdata berikut banding yang diajukan Abdul Majid tidak dapat dilepaskan dari perkara pidana yang saat ini menjerat dirinya. Bahkan, langkah tersebut patut diduga sebagai upaya memberikan tekanan psikologis dan ekonomi kepada keluarga korban, sekaligus mengaburkan fakta pidana yang sedang diproses oleh pengadilan.
“Tidak etis dan tidak patut apabila pelaku atau terdakwa kejahatan seksual justru menggunakan jalur perdata untuk menyerang balik keluarga korban,” tegas kuasa hukum.
Sidang Pidana Berjalan, Perhatian Publik Menguat
Sementara itu, untuk perkara pidana persetubuhan anak, Abdul Majid telah menjalani sidang perdana pada Senin, 15 Desember 2025, dan sidang lanjutan dijadwalkan kembali pada Senin pekan berikutnya. Perkara pidana ini menjadi perhatian luas publik karena menyangkut kejahatan serius terhadap anak, yang berdampak besar secara hukum, moral, dan psikologis bagi korban serta keluarganya.
Belum Ada Tanggapan dari Penggugat
Hingga berita ini diturunkan, Abdul Majid belum memberikan pernyataan resmi terkait pengajuan Kontra Memori Banding oleh pihak Tergugat, termasuk sikapnya atas tuntutan rekonvensi Rp2 miliar yang dimohonkan untuk diperiksa oleh Pengadilan Tinggi Surabaya.
Redaksi akan terus memantau perkembangan perkara ini, baik di ranah perdata maupun pidana, guna memastikan proses hukum berjalan secara adil dan berpihak pada perlindungan korban anak. (red)
dibaca
