![]() |
[Foto : Pembagian Makanan Bergizi Gratis Untuk Anak Sekolah] |
Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB), AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal), menyuarakan keprihatinannya. Ia menegaskan, program mulia ini berpotensi berubah menjadi ancaman jika tidak segera dievaluasi secara menyeluruh.
“Kesehatan dan nyawa rakyat tidak boleh dikorbankan hanya demi nafsu korupsi dan keserakahan vendor. Pemerintah harus berani melakukan evaluasi total terhadap program MBG,” tegas Gus Wal dalam keterangan persnya, Kamis (25/9/2025).
PNIB menyoroti bukan hanya masalah higienitas, tetapi juga dugaan penyimpangan anggaran. Dari sekitar 5.000 titik dapur MBG yang tercatat resmi, sebagian besar diduga hanya ada di atas kertas. Fenomena “dapur fiktif” ini membuka celah praktik mafia anggaran yang menjadikan MBG bancakan kepentingan, bukan solusi gizi bangsa.
“Pengawasan yang lemah membuat standar kebersihan diabaikan, distribusi tidak terkendali, dan data lokasi dapur sulit diakses publik. Transparansi yang seharusnya menjadi ruh program justru hilang di balik laporan administratif dan jargon pencitraan,” kritik Gus Wal.
PNIB tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan jalan keluar. Menurut Gus Wal, pengawasan harus melibatkan elemen masyarakat, khususnya generasi muda.
•Kantin sekolah dapat diberdayakan sebagai basis distribusi yang lebih terkontrol.
•Siswa SMA/SMK bisa dilibatkan melalui program magang untuk belajar sekaligus mengawasi kebersihan dan distribusi MBG.
•Mahasiswa KKN dapat berperan dalam edukasi gizi dan pemantauan di lapangan.
•Sarjana menganggur bisa direkrut sebagai tenaga pengawas, menciptakan lapangan kerja baru sekaligus meningkatkan kualitas program.
“Dengan cara ini, MBG bukan sekadar program makan gratis, tetapi juga wadah menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, membangun kepedulian sosial, serta membentuk karakter generasi muda. Lebih dari itu, MBG adalah wujud nyata implementasi Pancasila dalam menghadirkan keadilan sosial,” jelas Gus Wal.
PNIB juga memperingatkan pemerintah agar tidak mengubah konsep MBG menjadi pemberian uang tunai atau beras impor. Menurut Gus Wal, opsi tersebut berpotensi merusak mental pelajar dan merugikan petani lokal.
“Jika evaluasi MBG tidak segera dilakukan, maka anak-anak bangsa yang seharusnya mendapatkan gizi justru akan terus diracuni oleh sistem yang korup dan pengawasan yang lemah. Jangan biarkan niat baik Presiden justru gagal karena nafsu bisnis oligarki,” tegasnya.
PNIB menutup pernyataannya dengan mengingatkan pemerintah agar waspada terhadap kelompok oportunis yang kerap menunggangi isu sensitif untuk menciptakan kekacauan. “Isu MBG ini sangat rawan dimanfaatkan oleh kelompok pengkhianat bangsa untuk melakukan provokasi, anarkisme, dan teror,” pungkas Gus Wal.
(Pan)
dibaca