Ritual Budaya Mbah Kapiludin dan Tasyakuran: Perayaan Tradisi dan Kesyukuran


 

Rajawali Kompas, Surabaya || Menjelang berakhirnya Bulan Suro atau Muharram 1447 Hijriah, Forum Perjuangan Lokamandiri (FPL), Sanggar Sekar Wangi, dan warga menggelar ritual budaya nyadran (ziarah) ke makam Mbah Kapiludin, dan tasyakuran sekaligus menjadi momen perayaan ke -10 Tahun Forum Perjuangan Lokamandiri (FPL) di awali pukul 14.00 WIB dari Jalan Jarak 88, arak-arakan atau kirab pataka membawa tumpeng, uba rampe sesaji Suro dihantarkan menuju ke makam Mbah Kapiludin diiringi kesenian tradisional jaranan, "Satrio Pardowo Sejati."

Tumpeng nguri-uri budaya makam adalah tradisi dengan cara menyajikan tumpeng di tata dengan berbagai lauk pauk di area makam atau kuburan, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan mempererat tali silaturahmi. Dalam konteks ini, tradisi membuat tumpeng di makam adalah upaya untuk menjaga nilai-nilai budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun mengandung nilai-nilai luhur kearifan lokal dan menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat sedangkan nyadran merupakan tradisi yang tercipta dari proses akulturasi antara budaya Jawa dengan budaya Islam. 

Sosok yang akrab disapa Cak Kanan mengapresiasi dan dapat dijadikan sebagai sarana melestarikan budaya gotong royong serta upaya menjaga kekompakan serta guyub rukun," ucapnya. Setiba di lokasi makam, prosesi nyadran dimulai dengan suasana khidmat memanjatkan doa untuk arwah leluhur, dipimpin oleh Ibu Endang selaku pimpinan Sanggar Sekar Wangi. 

Tidak terlihat pihak Pemkot Surabaya menghadiri acara, begitu pula dengan kelurahan maupun kecamatan hanya anggota Polsek dan Koramil yang dikerahkan untuk mengamankan serta menjaga ketertiban selama kegiatan berlangsung agar berjalan dengan aman dan kondusif.

Mbah Kapiludin merupakan sesepuh atau babat alas kawasan, makam diprediksi telah ada sejak ratusan tahun silam dan masih berkaitan erat dengan Sunan Ampel dan Mbah Karimah, Kembang Kuning. Pemkot Surabaya berencana merevitalisasi kawasan menjadi wisata religi karena keberadaan makam Mbah Kapiludin yang terletak di Kupang Gunung Timur Gang VII, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan. Tidak ada penanda khusus keberadaan makam, hanya ada plang berwarna hijau bertuliskan, "Makam Mbah Kapiludin" tepat di pintu masuk atau gapura akses jalan menuju lokasi makam dengan lebar sekitar satu meter ke makam, dan kurang luas, padahal bisa menjadi sebuah peluang untuk mendongkrak ekonomi warga sekitar. 

Cak Kanan Mengapresiasi Uri-Uri Budaya Mbah Kapiludin

Pihak Pemkot Surabaya hingga saat ini masih belum memberikan perhatian yang maksimal, semestinya area di sekitar makam diperluas tidak asal-asalan, agar pengunjung aman dan nyaman serta tidak mengganggu aktivitas warga lainnya. Tidak hanya itu, di perkirakan 30 aset Pemkot Surabaya keseluruhan yang merupakan eks wisma, sembilan aset belum dimanfaatkan. Dolly, sebuah kawasan prostitusi, ditutup Pemkot Surabaya pada saat Tri Rismaharini menjabat sebagai Wali Kota, warga yang setiap hari mengais rezeki dari berjualan makanan dan minuman, mencuci pakaian hingga lahan parkir, pada akhirnya kehilangan mata pencaharian. 

Semoga kegiatan yang diselenggarakan terkait nguri-uri budaya tetap menjadi tradisi yang berkelanjutan dan memberikan manfaat khususnya warga kota Surabaya dan Republik Indonesia. 

(bersambung) 

Kontributor : EKO GAGAK

Baca Juga

dibaca

Posting Komentar

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama

Sariyan

Pimred Rajawali Kompas. WA: 081216676968

Countact Pengaduan